Sabtu, 10 Januari 2015

ILMU BUDAYA DASAR

Nama             : Trisya Handika Putri
NPM               : 1A514884
Kelas              : 1PA04
Dosen            : Muhammad Akram



HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI



1. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Bagi wanita penampilan merupakan salah satu faktor penting untuk mencerminkan diri dari wanita itu sendiri. Penampilan yang dimiliki oleh masing-masing individu tidaklah sama, penampilan fisik setiap orang selalu berbeda-beda baik itu pakaian, assesoris, sepatu, perhiasan, juga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara kultural.
Belanja adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja. Loudon dan Bitta (1984) menyatakan bahwa remaja adalah kelompok yang berorientasi konsumtif, karena kelompok ini suka mencoba hal-hal yang dianggap baru. Jatman (dalam Lina dan Rosyid, 1997) juga mengatakan bahwa remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat, tidak lepas dari pengaruh konsumtivisme ini, sehingga tidaklah aneh jika remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan.
Kelompok remaja sendiri adalah salah satu pasar yang potensial bagi produsen. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh kebanyakan produsen untuk memasuki pasar remaja. Bagi kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang tinggi, khususnya di kota-kota besar, mall sudah menjadi tempat yang paling favorit bahkan dapat disebut sebagai rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar (Tambunan, 2001).

2. KAJIAN TEORI
A.   Perilaku Konsumtif
Pengertian “konsumtif” menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal (Tambunan, 2001). Perilaku konsumtif bisa dilakukan oleh siapa saja. Fromm (dalam Aryani, 2006) menyatakan bahwa keinginan masyarakat dalam era kehidupan yang modern untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya. Perilaku konsumtif seringkali dilakukan secara berlebihan oleh seseorang hanya karena untuk kesenangan atau kebahagiaan pribadi, walaupun sesungguhnya kebahagiaan yang diperoleh tersebut hanyalah bersifat semu.

1.    Pengertian Perilaku Konsumtif
Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia memberikan batasan tentang perilaku konsumtif sebagai kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas, dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan (Mahadela, 1995).
Pengertian perilaku konsumtif tersebut sejalan dengan pendapat Anggasari (1997) yang mengatakan perilaku konsumtif sebagai suatu tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperlukan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Artinya, seseorang menjadi lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan dan cenderung dikuasai oleh hasrat keduniawian dan kesenangan material semata. Hal ini didukung oleh pernyataan Hempel (1996) bahwa perilaku konsumtif menunjukkan adanya kesenjangan antara keinginan dan kebutuhan manusia.
Dahlan (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata.
Pandangan tersebut didukung oleh Ali (1993) dengan menambahkan bahwa masyarakat tidak lagi mengenali kebutuhan yang sejati, namun justru selalu tergoda untuk memuaskan keinginannya yang semu agar disebut orang modern.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumtif merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh konsumen dalam membeli barang yang tidak hanya didasarkan pada suatu kebutuhan dan pertimbangan yang rasional akan tetapi didasarkan pula pada hasrat keinginan dan kesenangan yang didominasi oleh faktor emosi dan sifatnya berlebihan.
2.    Indikator Perilaku Konsumtif
Ada beberapa indikator perilaku konsumtif yang dikemukakan oleh Sumartono (2002) yaitu:
a.    Membeli produk karena iming-iming hadiah.
Remaja membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut.
b.    Membeli produk karena kemasannya menarik.
Konsumen remaja sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik.
c.    Membeli produk demi menjaga penampilan dan gengsi.
Konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar remaja selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian yang orang lain. Remaja membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri.
d.    Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya).
Konsumen remaja cenderung berperilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.
e.    Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
Remaja mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren di mata orang lain.
f.     Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan.
Remaja cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dipakai oleh tokoh idolanya. Remaja juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan public figure tersebut.
g.    Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
Remaja sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan tersebut dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan Cross (dalam Hurlock, 1997) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri.
h.    Mencoba lebih dari dua produk (merek berbeda).
Remaja akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.

3.    Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif Pada Remaja  Putri
          Tinjauan mengenai perilaku konsumtif perlu ditelusuri melalui pemahaman mengenai perilaku konsumen. Perilaku konsumen dalam membeli barang dipengaruhi oleh banyak faktor yang pada intinya dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Engel, Blackwell & Miniard, 1995; Hawkins, 2007; Kotler, 2006), yaitu: 

1.    Faktor Eksternal
a.  Kebudayaan
Budaya dapat didefiniskan sebagai hasil kreativitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002). Manusia dengan kemampuan akal budaya telah mengembangkan berbagai macam sistem perilaku demi keperluan hidupnya. Kebudayaan adalah determinan yang paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang (Kotler, 2006)
b. Kelas Sosial
Pada dasarnya manusia Indonesia dikelompokan dalam tiga golongan (Mangkunegara, 2002) yaitu golongan atas (cenderung membeli barang yang mahal dan berkualitas), golongan menengah (cenderung membeli barang mahal dengan sistem kredit), dan golongan bawah (cenderung membeli barang dengan mementingkan kuantitas daripada kualitasnya)
c. Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah kelompok yang pandangan atau nilai yang dianut anggotanya digunakan individu sebagai dasar bagi perilakunya, atau kelompok yang digunakan individu sebagai acuan berperilaku dalam situasi spesifik. Sebuah kelompok referensi bagi seseorang adalah kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok referensi menciptakan suasana untuk penyesuaian yang dapat mempengaruhi pilihan orang terhadap merek dan produk (Kotler, 2006).
d. Keluarga
Keluarga sebagai bagian dari faktor eksternal mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam pembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan konsumen (Loudon dan Bitta, 1984).
e. Demografi
Demografi digunakan untuk menggambarkan populasi dalam istilah ukuran, struktur, dan distribusi. Ukuran mengandung arti jumlah individu dalam suatu populasi, struktur menggambarkan populasi dalam bentuk usia dan jenis kelamin sedangkan distribusi populasi menggambarkan lokasi tempat tinggal individu ditinjau dari segi wilayah geografis. Ukuran, struktur dan distribusi mempengaruhi perilaku konsumen serta keinginan konsumen akan jasa dan produk tertentu.
2.    Faktor Internal
a.    Motivasi
Motivasi adalah kekuatan atau dorongan yang menggerakkan perilaku dan memberikan arah dan tujuan bagi perilaku seseorang. Motif adalah konstruk yang menggambarkan kekuatan di dalam diri yang tidak dapat diamati yang menggambarkan kekuatan di dalam diri yang tidak dapat diamati yang merangsang respon perilaku dan memberikan arah spesifik terhadap respon tersebut. Motivasi akan mendorong seseorang melakukan perilaku, tidak terkecuali dalam melakukan pembelian atau penggunaan jasa yang tersedia di pasar.
b.    Harga Diri
Harga diri berpengaruh pada perilaku membeli, semakin tinggi harga diri seseorang maka akan semakin tinggi pula keinginannya untuk menunjukkan status. Keinginan untuk menunjukkan status mendorong seseorang melakukan perilaku membeli yang diusahakan untuk mencapai konsep diri yang dimilikinya.
c.    Pengamatan dan Proses Belajar
Sebelum seseorang mengambil keputusan untuk membeli suatu produk, ia akan mendasarkan keputusannya pada pengamatan yang dilakukan atas produk tersebut. Lebih jauh Howard dan Weth (dalam Lina, 1997) menyatakan bahwa pembelian yang dilakukan konsumen juga merupakan suatu rangkaian proses pembelian yang dilakukan konsumen juga merupakan suatu rangkaian proses belajar. Bila ada pengalaman masa lalu yang menyenangkan dengan suatu produk yang dibelinya, akan menentukan keputusan untuk membeli lagi barang tersebut di masa yang akan datang. Sebaliknya, pengalaman yang kurang menyenangkan, akan memberi pelajaran bagi konsumen untuk tidak membeli produk yang sama di kala yang berbeda (Mangkunegara, 2002).
d.    Kepribadian dan Konsep Diri
Setiap individu memiliki karakteristik sendiri yang unik. Kumpulan karakteristik perilaku yang dimiliki oleh individu dan bersifat permanen disebut dengan kepribadian. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, ketaatan, dan kemampuan bersosialisasi, daya tahan dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat dijadikan korelasi yang kuat antara jenis kepribadian tertentu dengan pemilihan produk atau merek.
Kotler (2006) menambahkan konsumen sering memilih dan menggunakan merek yang konsisten dengan konsep diri aktual mereka (bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri).
e.    Gaya Hidup
Gaya hidup adalah fungsi dari karakteristik individu yang telah terbentuk melalui interaksi sosial. Secara sederhana, gaya hidup juga dapat diartikan sebagai cara yang ditempuh seseorang dalam menjalani hidupnya, yang meliputi aktivitas, minat, kesukaan/ketidaksukaan, sikap, konsumsi dan harapan.
Gaya hidup merupakan pendorong dasar yang mempengaruhi kebutuhan dan sikap individu, juga mempengaruhi aktivitas pembelian dan penggunaan produk. Dengan demikian, gaya hidup merupakan aspek utama  yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan seseorang dalam membeli produk. Salah satu tipe gaya hidup ini adalah gaya hidup yang berorientasi pada merek atau dikenal dengan sebutan gaya hidup brand minded.

B.   Gaya Hidup Brand Minded
a.    Pengertian Gaya Hidup
Konsep gaya hidup menurut Nas & Sande (dalam Ginting dan Sianturi, 2005) didefinisikan sebagai sebuah konstrik kesadaran dari frame of reference yang diciptakan relatif bebas oleh individu untuk menguatkan identitasnya dalam pergaulan dan membantunya dalam komunikasi. Dalam pengertian ini, gaya hidup menunjukkan pada frame of reference (kerangka acuan) yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku.
Gaya hidup dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan kepribadian pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, tingkah laku seperti kegiatan, minat, dan pendapatnya.
b.    Pengertian Brand (Merek)
Berikut pengertian Brand (merek) menurut para ahli:
1.    Bilson Simamora (2001;149)
       Merek adalah nama, tanda, istilah, simbol, desain atau kombinasinya yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang atau layanan penjual lain. 

2.    Lamb, Hair, dan McDaniel (2001;421)
         Merek adalah suatu nama, istilah, simbol, desain, atau gabungan keempatnya, yang mengidentifikasi produk para penjual dan membedakannya dari produk pesaing.

3.    Kotler, Armstrong (2003;349)
             Merek adalah suatu nama, kata, simbol, tanda, atau desain, atau kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasi pembuat atau penjual produk dan jasa tertentu.
        Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi dari brand (merek) itu sendiri. Maka, Brand (merek) adalah nama, tanda, istilah, simbol, desain, kata atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan membedakan antara produk dan jasa yang satu dengan yang lain.

c.    Pengertian Brand Minded
             Menurut definisi American Marketing Association (AMA), “merek” adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau kombinasi dari kelima komponen tersebut yang digunakan untuk mengidentifikasi produk atau jasa serta membedakannya dari para pesaing (dalam Suharyanti, 2011).
           Brand minded adalah pola pikir seseorang terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek ekslusif atau terkenal (McNeal, 2007).
          Senada dengan hal tersebut, Erik Du Plessis (2012) menjelaskan bahwa Brand Minded adalah bagaimana orang berpikir dan khususnya bagaimana orang berpikir tentang merek.
            Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa brand minded merupakan pola pikir seseorang terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek ekslusif atau terkenal.
d.    Trail Gaya Hidup
              Menurut Leitline (dalam Sunaryo, 2004) hal-hal penting yang terkait dengan gaya hidup, antara lain:
a.    Gaya hidup terbentuk pada umur 3-5 tahun dan praktis tidak bisa diubah.
b.    Gaya hidup adalah prinsip yang dipakai untuk memahami tingkah laku individu.
c.    Setiap perilaku individu membawa gaya hidupnya sendiri, seperti berangan-angan, berpikir, dan bertindak dalam gayanya sendiri yang khas.
d.    Gaya hidup melatarbelakangi sifat khas individu dan setiap orang memiliki gaya hidupnya sendiri-sendiri, walaupun memiliki tujuan yang sama, yaitu superioritas.
e.    Gaya hidup ditentukan oleh inferioritas yang khusus.
f.     Gaya hidup merupakan bentuk kompensasi untuk menutupi kekurangsempurnaan tertentu.

e.     Dimensi Pengukuran Gaya Hidup Brand Minded
           Joseph Plummer (dalam Kasali, 2007) menyatakan bahwa gaya hidup mencakup aktivitas-aktivitas manusia dalam hal :
·        Bagaimana mereka menghabiskan waktunya.
·        Minat mereka, apa yang dianggap penting di sekitarnya.
·   Pandangan-pandangannya baik terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang lain.
·      Karakter-karakter dasar seperti tahap yang mereka telah lalui dalam kehidupan (life style), penghasilan, pendidikan, dan di mana mereka tinggal.
Gaya hidup Brand Minded memiliki beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur gaya hidup konsumen atau disebut sebagai psikografik (Joseph Plummer dalam Kasali, 2007).

C.   REMAJA
Pengertian Remaja Putri
Istilah remaja atau adolscene berasal dari kata latin adolscene yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah tersebut mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1997). Menurut Mappiare (dalam Mubin & Cahyadi, 2006), mengatakan bahwa masa remaja berlangsung antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Hurlock (1997) mengatakan bahwa masa remaja memiliki beberapa ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah masa remaja sebagai periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, masa remaja juga sebagai usia bermasalah, usia yang menimbulkan ketakutan, sebagai masa mencari identitas, tidak realistik, dan sebagai ambang dewasa.
Pada masa remaja ini terdapat beberapa minat termasuk minat-minat pribadi, salah satunya adalah minat pada penampilan diri. Hal-hal yang termasuk dalam minat pada penampilan diri adalah pakaian, perhiasan pribadi, kerapihan, daya tarik dan bentuk tubuh sesuai dengan seksnya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Cross dan Cross (dalam Hurlock, 1997) bahwa kecantikan dan daya tarik fisik sangat penting bagi umat manusia. Dukungan sosial, popularitas, pemilihan teman hidup, dan karier dipengaruhi oleh daya tarik fisik seseorang. Reynold, Scott, dan Warshaw (1973) juga menambahkan bahwa remaja putri antara 16 tahun sampai 19 tahun membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan menunjang penampilan diri seperti pakaian, sepatu, kosmetik dan asesoris serta alat-alat yang dapat membantu memelihara kecantikan dan penampilan dirinya.
Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa remaja putri adalah individu yang memiliki rentang usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang memiliki minat-minat pribadi dimana salah satunya adalah minat pada penampilan dirinya sehingga mereka lebih banyak membelanjakan uangnya untuk keperluan menunjang penampilan mereka khususnya remaja putri berusia 16 tahun sampai 19 tahun.

3. PEMBAHASAN
Hubungan Antara Gaya Hidup Brand Minded Dengan Kecenderungan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri
Remaja banyak dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, karena karakteristik remaja yang cenderung labil dan mudah dipengaruhi sehingga mendorong munculnya berbagai gejala perilaku konsumsi yang tidak wajar seperti membeli suatu barang bukan atas dasar kebutuhannya (Zebua dan Nurdjayadi, dalam Aryani 2006). Salah satu gejala tersebut adalah perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif merupakan tindakan remaja sebagai konsumen dalam mendapatkan, menggunakan, dan mengambil keputusan dalam memilih sesuatu barang yang belum menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama, hanya karena ingin mengikuti mode, mencoba produk baru, bahkan hanya untuk memperoleh pengakuan sosial dengan dominasi faktor emosi sehingga menimbulkan perilaku konsumtif (Sarwono dalam Farida, 2006).
Hasil penelitian Lamarto (dalam Rosandi, 2004), remaja putri merupakan pembeli potensial untuk produk-produk bermerek seperti pakaian, sepatu, asesoris, dan kosmetik. Hal ini dikarenakan oleh sifat-sifat remaja yang mudah terbujuk iklan (Mangkunegara, 2002), suka ikut-ikutan teman atau alasan konformitas (Hurlock, 1997), tidak realistis serta cenderung boros dalam menggunakan uangnya untuk keperluan rekreasi dan hobi (Reynold & Wells, 1997).
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif ini adalah gaya hidup. Menurut Hawkins (2007)  gaya hidup seseorang mempengaruhi kebutuhan, keinginan serta perilakunya termasuk perilaku membeli. Gaya hidup juga seringkali dijadikan motivasi dasar dan pedoman dalam membeli sesuatu. Ini berarti, individu dalam membeli suatu produk mengacu pada gaya hidup yang dianutnya.
Gaya hidup remaja pada saat ini dipengaruhi oleh perkembangan zaman (Bakewell et al. dalam Prezz, Visser, & Zietsman, 2009). Mereka sangat memperhatikan mode atau tren yang sedang berlangsung, Brandon dan Forney (2002) mengatakan bahwa gaya hidup berasal dari nilai-nilai dasar individu yang mendasari perilaku konsumen seseorang dapat merefleksikan suatu tren dan gaya berpakaian orang tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan produk-produk yang memiliki merek ekslusif dan mahal. Reynold (dalam Rosnadi, 2004) mengatakan remaja putri lebih banyak membelanjakan uangnya daripada remaja putra untuk keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, asesoris, dan sepatu termasuk yang bermerek ekslusif dan terkenal ini disebut sebagai gaya hidup brand minded.
Nas Sande (dalam Susianto, 1993) berpendapat bahwa remaja akan menciptakan suasana yang mendukung perkembangan dalam proses kehidupan dengan menampilkan dan mengembangkan gaya hidup tertentu sebagai kompensasi kesadaran untuk memperkuat identitas individual. Salah satunya adalah dengan menggunakan barang-barang yang memiliki merek yang bergengsi dan mahal dimana barang-barang bermerek tersebut juga digunakan untuk melihat dan menilai rekan-rekannya (Susianto, 1993).
Aaker (dalam Simamora, 2003) mengatakan merek memiliki nilai-nilai dimana salah satunya adalah nilai ekspresi diri. Nilai ekspresi diri berbicara mengenai bagaimana individu di mata orang lain maupun dirinya sendiri. Individu cenderung menilai seseorang berdasarkan produk bermerek apa yang dipakainya. Selain itu, dengan menggunakan produk bermerek ekslusif dan terkenal akan menunjukkan jati diri mereka di mata orang lain.
Remaja yang menyenangi pembelian barang yang memiliki merek yang bergengsi, mahal dan ekslusif disebabkan karena merek tersebut juga dapat memberikan kepuasan kepada mereka sebagai suatu bagian dari gaya hidup (Sutojo, 1998). Hawkins (2007) menyatakan gaya hidup sebagai bagaimana kita hidup, yang terdiri dari aktivitas, minat, kesukaan-ketidaksukaan, sikap, konsumsi, harapan, dan perasaan. Gaya hidup memiliki dampak terhadap perilaku konsumsi manusia termasuk perilaku konsumtif.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, tampak bahwa remaja putri sangat memperhatikan penampilan fisik mereka. Mereka mencari atribut-atribut penampilan yang dapat menonjolkan identitas diri mereka dalam lingkungan sosial. Mereka berupaya untuk terus mengikuti mode terutama produk bermerek eksklusif dan terkenal sehingga hal tersebut dapat mendorong mereka untuk berperilaku konsumtif.

DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14508/1/10E00081.pdf
http://sahabat-wanita.com/gaya-hidup-masa-kini-inspirasi-wanita-modern/
http://jennimahasiswaupnyk.wordpress.com/2012/04/27/brand-and-branding/
Ginting, E.D.J & Sianturi, B.E. (2005). Pengambilan Keputusan Membeli Ditinjau dari Gaya Hidup Value Minded. Jurnal Psikologika. Volume 1, No.1, hal 23-30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar