Nama : Trisya Handika Putri
NPM : 1A514884
Kelas : 1PA04
Dosen : Muhammad Akram
HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA
PUTRI
1. PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Bagi wanita penampilan merupakan salah satu faktor
penting untuk mencerminkan diri dari wanita itu sendiri. Penampilan yang
dimiliki oleh masing-masing individu tidaklah sama, penampilan fisik setiap
orang selalu berbeda-beda baik itu pakaian, assesoris, sepatu, perhiasan, juga
dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara kultural.
Belanja adalah kata yang sering digunakan sehari-hari
dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga.
Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja. Loudon dan Bitta (1984)
menyatakan bahwa remaja adalah kelompok yang berorientasi konsumtif, karena
kelompok ini suka mencoba hal-hal yang dianggap baru. Jatman (dalam Lina dan
Rosyid, 1997) juga mengatakan bahwa remaja sebagai salah satu golongan dalam
masyarakat, tidak lepas dari pengaruh konsumtivisme ini, sehingga tidaklah aneh
jika remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan.
Kelompok remaja sendiri adalah salah satu pasar yang
potensial bagi produsen. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang
terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan
iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam
menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh
kebanyakan produsen untuk memasuki pasar remaja. Bagi kalangan remaja yang
memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang tinggi, khususnya di kota-kota
besar, mall sudah menjadi tempat yang
paling favorit bahkan dapat disebut sebagai rumah kedua. Mereka ingin
menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar
(Tambunan, 2001).
2. KAJIAN TEORI
A.
Perilaku
Konsumtif
Pengertian “konsumtif” menjelaskan keinginan untuk
mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan
untuk mencapai kepuasan yang maksimal (Tambunan, 2001). Perilaku konsumtif bisa
dilakukan oleh siapa saja. Fromm (dalam Aryani, 2006) menyatakan bahwa
keinginan masyarakat dalam era kehidupan yang modern untuk mengkonsumsi sesuatu
tampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya.
Perilaku konsumtif seringkali dilakukan secara berlebihan oleh seseorang hanya
karena untuk kesenangan atau kebahagiaan pribadi, walaupun sesungguhnya
kebahagiaan yang diperoleh tersebut hanyalah bersifat semu.
1.
Pengertian
Perilaku Konsumtif
Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif
adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang
rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang
tidak rasional lagi.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia memberikan batasan
tentang perilaku konsumtif sebagai kecenderungan manusia untuk menggunakan
konsumsi tanpa batas, dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada
kebutuhan (Mahadela, 1995).
Pengertian perilaku konsumtif tersebut sejalan dengan
pendapat Anggasari (1997) yang mengatakan perilaku konsumtif sebagai suatu
tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperlukan sehingga
sifatnya menjadi berlebihan. Artinya, seseorang menjadi lebih mementingkan
faktor keinginan daripada kebutuhan dan cenderung dikuasai oleh hasrat keduniawian
dan kesenangan material semata. Hal ini didukung oleh pernyataan Hempel (1996)
bahwa perilaku konsumtif menunjukkan adanya kesenjangan antara keinginan dan
kebutuhan manusia.
Dahlan (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku
konsumtif adalah suatu perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan
berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan
kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia
yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat
kesenangan semata-mata.
Pandangan tersebut didukung oleh Ali (1993) dengan
menambahkan bahwa masyarakat tidak lagi mengenali kebutuhan yang sejati, namun
justru selalu tergoda untuk memuaskan keinginannya yang semu agar disebut orang
modern.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumtif merupakan sebuah tindakan yang
dilakukan oleh konsumen dalam membeli barang yang tidak hanya didasarkan pada
suatu kebutuhan dan pertimbangan yang rasional akan tetapi didasarkan pula pada
hasrat keinginan dan kesenangan yang didominasi oleh faktor emosi dan sifatnya
berlebihan.
2.
Indikator
Perilaku Konsumtif
Ada beberapa indikator perilaku konsumtif
yang dikemukakan oleh Sumartono (2002) yaitu:
a. Membeli
produk karena iming-iming hadiah.
Remaja membeli suatu barang
karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut.
b. Membeli
produk karena kemasannya menarik.
Konsumen remaja sangat mudah
terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan
warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya
karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik.
c. Membeli
produk demi menjaga penampilan dan gengsi.
Konsumen remaja mempunyai
keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas
dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar
remaja selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian yang orang lain.
Remaja membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri.
d. Membeli
produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya).
Konsumen remaja cenderung
berperilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung
menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.
e. Membeli
produk hanya sekedar menjaga simbol status.
Remaja mempunyai kemampuan
membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan
sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang
yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi.
Dengan membeli suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih
keren di mata orang lain.
f. Memakai
sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan.
Remaja cenderung meniru
perilaku tokoh yang diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang
dipakai oleh tokoh idolanya. Remaja juga cenderung memakai dan mencoba produk
yang ditawarkan bila ia mengidolakan public
figure tersebut.
g. Munculnya
penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya
diri yang tinggi.
Remaja sangat terdorong
untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan
tersebut dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan Cross (dalam Hurlock,
1997) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat
mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri.
h. Mencoba
lebih dari dua produk (merek berbeda).
Remaja akan cenderung
menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia
gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.
3.
Faktor–Faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri
Tinjauan mengenai
perilaku konsumtif perlu ditelusuri melalui pemahaman mengenai perilaku
konsumen. Perilaku konsumen dalam membeli barang dipengaruhi oleh banyak faktor
yang pada intinya dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor eksternal
dan faktor internal (Engel, Blackwell & Miniard, 1995; Hawkins, 2007; Kotler,
2006), yaitu:
1. Faktor Eksternal
a. Kebudayaan
1. Faktor Eksternal
a. Kebudayaan
Budaya
dapat didefiniskan sebagai hasil kreativitas manusia dari satu generasi ke
generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya
sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002). Manusia dengan kemampuan akal
budaya telah mengembangkan berbagai macam sistem perilaku demi keperluan
hidupnya. Kebudayaan adalah determinan yang paling fundamental dari keinginan
dan perilaku seseorang (Kotler, 2006)
b. Kelas Sosial
Pada
dasarnya manusia Indonesia dikelompokan dalam tiga golongan (Mangkunegara,
2002) yaitu golongan atas (cenderung membeli barang yang mahal dan
berkualitas), golongan menengah (cenderung membeli barang mahal dengan sistem
kredit), dan golongan bawah (cenderung membeli barang dengan mementingkan
kuantitas daripada kualitasnya)
c. Kelompok Referensi
Kelompok
referensi adalah kelompok yang pandangan atau nilai yang dianut anggotanya
digunakan individu sebagai dasar bagi perilakunya, atau kelompok yang digunakan
individu sebagai acuan berperilaku dalam situasi spesifik. Sebuah
kelompok referensi bagi seseorang adalah kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak
langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok referensi menciptakan
suasana untuk penyesuaian yang dapat mempengaruhi pilihan orang terhadap merek
dan produk (Kotler, 2006).
d. Keluarga
Keluarga
sebagai bagian dari faktor eksternal mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
pembentukan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam pembentukan keyakinan
dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan konsumen (Loudon dan Bitta,
1984).
e. Demografi
Demografi digunakan
untuk menggambarkan populasi dalam istilah ukuran, struktur, dan distribusi.
Ukuran mengandung arti jumlah individu dalam suatu populasi, struktur
menggambarkan populasi dalam bentuk usia dan jenis kelamin sedangkan distribusi
populasi menggambarkan lokasi tempat tinggal individu ditinjau dari segi
wilayah geografis. Ukuran, struktur dan distribusi mempengaruhi perilaku konsumen
serta keinginan konsumen akan jasa dan produk tertentu.
2. Faktor
Internal
a. Motivasi
Motivasi
adalah kekuatan atau dorongan yang menggerakkan perilaku dan memberikan arah
dan tujuan bagi perilaku seseorang. Motif adalah konstruk yang menggambarkan
kekuatan di dalam diri yang tidak dapat diamati yang menggambarkan kekuatan di
dalam diri yang tidak dapat diamati yang merangsang respon perilaku dan
memberikan arah spesifik terhadap respon tersebut. Motivasi akan mendorong
seseorang melakukan perilaku, tidak terkecuali dalam melakukan pembelian atau penggunaan
jasa yang tersedia di pasar.
b. Harga
Diri
Harga
diri berpengaruh pada perilaku membeli, semakin tinggi harga diri seseorang
maka akan semakin tinggi pula keinginannya untuk menunjukkan status. Keinginan
untuk menunjukkan status mendorong seseorang melakukan perilaku membeli yang
diusahakan untuk mencapai konsep diri yang dimilikinya.
c. Pengamatan
dan Proses Belajar
Sebelum seseorang
mengambil keputusan untuk membeli suatu produk, ia akan mendasarkan
keputusannya pada pengamatan yang dilakukan atas produk tersebut. Lebih jauh
Howard dan Weth (dalam Lina, 1997) menyatakan bahwa pembelian yang dilakukan
konsumen juga merupakan suatu rangkaian proses pembelian yang dilakukan
konsumen juga merupakan suatu rangkaian proses belajar. Bila ada pengalaman
masa lalu yang menyenangkan dengan suatu produk yang dibelinya, akan menentukan
keputusan untuk membeli lagi barang tersebut di masa yang akan datang.
Sebaliknya, pengalaman yang kurang menyenangkan, akan memberi pelajaran bagi
konsumen untuk tidak membeli produk yang sama di kala yang berbeda (Mangkunegara,
2002).
d. Kepribadian
dan Konsep Diri
Setiap
individu memiliki karakteristik sendiri yang unik. Kumpulan karakteristik
perilaku yang dimiliki oleh individu dan bersifat permanen disebut dengan
kepribadian. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri
seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, ketaatan, dan kemampuan
bersosialisasi, daya tahan dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat
dijadikan korelasi yang kuat antara jenis kepribadian tertentu dengan pemilihan
produk atau merek.
Kotler
(2006) menambahkan konsumen sering memilih dan menggunakan merek yang konsisten
dengan konsep diri aktual mereka (bagaimana seseorang memandang dirinya
sendiri).
e. Gaya
Hidup
Gaya
hidup adalah fungsi dari karakteristik individu yang telah terbentuk melalui
interaksi sosial. Secara sederhana, gaya hidup juga dapat diartikan sebagai
cara yang ditempuh seseorang dalam menjalani hidupnya, yang meliputi aktivitas,
minat, kesukaan/ketidaksukaan, sikap, konsumsi dan harapan.
Gaya
hidup merupakan pendorong dasar yang mempengaruhi kebutuhan dan sikap individu,
juga mempengaruhi aktivitas pembelian dan penggunaan produk. Dengan demikian,
gaya hidup merupakan aspek utama yang
mempengaruhi proses pengambilan keputusan seseorang dalam membeli produk. Salah
satu tipe gaya hidup ini adalah gaya hidup yang berorientasi pada merek atau
dikenal dengan sebutan gaya hidup brand
minded.
B.
Gaya
Hidup Brand Minded
a.
Pengertian
Gaya Hidup
Konsep
gaya hidup menurut Nas & Sande (dalam Ginting dan Sianturi, 2005)
didefinisikan sebagai sebuah konstrik kesadaran dari frame of reference yang diciptakan relatif bebas oleh individu
untuk menguatkan identitasnya dalam pergaulan dan membantunya dalam komunikasi.
Dalam pengertian ini, gaya hidup menunjukkan pada frame of reference (kerangka acuan) yang dipakai seseorang dalam
bertingkah laku.
Gaya hidup dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan
tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu. Gaya hidup menunjukkan
bagaimana orang mengatur kehidupan kepribadian pribadinya, kehidupan
masyarakat, perilaku di depan umum, tingkah laku seperti kegiatan, minat, dan
pendapatnya.
b.
Pengertian
Brand (Merek)
Berikut
pengertian Brand (merek) menurut
para ahli:
1. Bilson
Simamora (2001;149)
Merek adalah nama, tanda, istilah, simbol,
desain atau kombinasinya yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan
mendiferensiasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang atau
layanan penjual lain.
2. Lamb,
Hair, dan McDaniel (2001;421)
Merek adalah suatu nama, istilah, simbol,
desain, atau gabungan keempatnya, yang mengidentifikasi produk para penjual dan
membedakannya dari produk pesaing.
3. Kotler,
Armstrong (2003;349)
Merek adalah suatu nama, kata, simbol, tanda, atau
desain, atau kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasi pembuat atau penjual
produk dan jasa tertentu.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan
mengenai definisi dari brand
(merek) itu sendiri. Maka, Brand (merek) adalah nama, tanda, istilah, simbol,
desain, kata atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang ditujukan untuk
mengidentifikasi dan membedakan antara produk dan jasa yang satu dengan yang
lain.
c.
Pengertian
Brand Minded
Menurut definisi American Marketing Association (AMA),
“merek” adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau kombinasi dari
kelima komponen tersebut yang digunakan untuk mengidentifikasi produk atau jasa
serta membedakannya dari para pesaing (dalam Suharyanti, 2011).
Brand
minded adalah pola pikir seseorang terhadap objek-objek komersil
yang cenderung berorientasi pada merek ekslusif atau terkenal (McNeal, 2007).
Senada dengan hal tersebut, Erik Du Plessis
(2012) menjelaskan bahwa Brand Minded adalah
bagaimana orang berpikir dan khususnya bagaimana orang berpikir tentang merek.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa brand minded merupakan pola pikir seseorang terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek ekslusif atau terkenal.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa brand minded merupakan pola pikir seseorang terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek ekslusif atau terkenal.
d.
Trail
Gaya Hidup
Menurut Leitline (dalam Sunaryo,
2004) hal-hal penting yang terkait dengan gaya hidup, antara lain:
a. Gaya
hidup terbentuk pada umur 3-5 tahun dan praktis tidak bisa diubah.
b. Gaya
hidup adalah prinsip yang dipakai untuk memahami tingkah laku individu.
c. Setiap
perilaku individu membawa gaya hidupnya sendiri, seperti berangan-angan, berpikir,
dan bertindak dalam gayanya sendiri yang khas.
d. Gaya
hidup melatarbelakangi sifat khas individu dan setiap orang memiliki gaya
hidupnya sendiri-sendiri, walaupun memiliki tujuan yang sama, yaitu
superioritas.
e. Gaya
hidup ditentukan oleh inferioritas yang khusus.
f. Gaya
hidup merupakan bentuk kompensasi untuk menutupi kekurangsempurnaan tertentu.
e.
Dimensi Pengukuran Gaya Hidup Brand Minded
Joseph Plummer (dalam Kasali, 2007)
menyatakan bahwa gaya hidup mencakup aktivitas-aktivitas manusia dalam hal :
· Bagaimana mereka menghabiskan waktunya.
· Minat mereka, apa yang dianggap penting di
sekitarnya.
· Pandangan-pandangannya baik terhadap diri
sendiri, maupun terhadap orang lain.
· Karakter-karakter dasar seperti tahap yang
mereka telah lalui dalam kehidupan (life
style), penghasilan, pendidikan, dan di mana mereka tinggal.
Gaya hidup Brand
Minded memiliki beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur gaya
hidup konsumen atau disebut sebagai psikografik (Joseph Plummer dalam Kasali,
2007).
C.
REMAJA
Pengertian Remaja Putri
Istilah remaja atau adolscene berasal dari kata latin adolscene yang berarti “tumbuh”
atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah tersebut mempunyai arti yang lebih luas,
mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1997).
Menurut Mappiare (dalam Mubin & Cahyadi, 2006), mengatakan bahwa masa
remaja berlangsung antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan
13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Hurlock (1997) mengatakan bahwa masa remaja
memiliki beberapa ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum
dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah masa remaja sebagai
periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, masa remaja juga
sebagai usia bermasalah, usia yang menimbulkan ketakutan, sebagai masa mencari
identitas, tidak realistik, dan sebagai ambang dewasa.
Pada masa remaja ini terdapat beberapa minat
termasuk minat-minat pribadi, salah satunya adalah minat pada penampilan diri.
Hal-hal yang termasuk dalam minat pada penampilan diri adalah pakaian,
perhiasan pribadi, kerapihan, daya tarik dan bentuk tubuh sesuai dengan
seksnya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Cross dan Cross (dalam
Hurlock, 1997) bahwa kecantikan dan daya tarik fisik sangat penting bagi umat
manusia. Dukungan sosial, popularitas, pemilihan teman hidup, dan karier
dipengaruhi oleh daya tarik fisik seseorang. Reynold, Scott, dan Warshaw (1973)
juga menambahkan bahwa remaja putri antara 16 tahun sampai 19 tahun
membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan menunjang penampilan diri
seperti pakaian, sepatu, kosmetik dan asesoris serta alat-alat yang dapat
membantu memelihara kecantikan dan penampilan dirinya.
Berdasarkan pengertian
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa remaja putri adalah individu yang
memiliki rentang usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang memiliki minat-minat
pribadi dimana salah satunya adalah minat pada penampilan dirinya sehingga
mereka lebih banyak membelanjakan uangnya untuk keperluan menunjang penampilan
mereka khususnya remaja putri berusia 16 tahun sampai 19 tahun.
3. PEMBAHASAN
Hubungan Antara Gaya Hidup Brand Minded Dengan Kecenderungan
Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri
Remaja banyak dijadikan target pemasaran
berbagai produk industri, karena karakteristik remaja yang cenderung labil dan
mudah dipengaruhi sehingga mendorong munculnya berbagai gejala perilaku
konsumsi yang tidak wajar seperti membeli suatu barang bukan atas dasar
kebutuhannya (Zebua dan Nurdjayadi, dalam Aryani 2006). Salah satu gejala tersebut
adalah perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif merupakan tindakan remaja sebagai
konsumen dalam mendapatkan, menggunakan, dan mengambil keputusan dalam memilih
sesuatu barang yang belum menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas
utama, hanya karena ingin mengikuti mode, mencoba produk baru, bahkan hanya
untuk memperoleh pengakuan sosial dengan dominasi faktor emosi sehingga
menimbulkan perilaku konsumtif (Sarwono dalam Farida, 2006).
Hasil penelitian Lamarto (dalam Rosandi,
2004), remaja putri merupakan pembeli potensial untuk produk-produk bermerek
seperti pakaian, sepatu, asesoris, dan kosmetik. Hal ini dikarenakan oleh
sifat-sifat remaja yang mudah terbujuk iklan (Mangkunegara, 2002), suka
ikut-ikutan teman atau alasan konformitas (Hurlock, 1997), tidak realistis
serta cenderung boros dalam menggunakan uangnya untuk keperluan rekreasi dan
hobi (Reynold & Wells, 1997).
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumtif ini adalah gaya hidup. Menurut Hawkins (2007) gaya hidup seseorang mempengaruhi kebutuhan,
keinginan serta perilakunya termasuk perilaku membeli. Gaya hidup juga
seringkali dijadikan motivasi dasar dan pedoman dalam membeli sesuatu. Ini
berarti, individu dalam membeli suatu produk mengacu pada gaya hidup yang
dianutnya.
Gaya hidup remaja pada saat ini dipengaruhi
oleh perkembangan zaman (Bakewell et al. dalam Prezz, Visser, & Zietsman,
2009). Mereka sangat memperhatikan mode atau tren yang sedang berlangsung,
Brandon dan Forney (2002) mengatakan bahwa gaya hidup berasal dari nilai-nilai
dasar individu yang mendasari perilaku konsumen seseorang dapat merefleksikan
suatu tren dan gaya berpakaian orang tersebut. Salah satunya adalah dengan
menggunakan produk-produk yang memiliki merek ekslusif dan mahal. Reynold
(dalam Rosnadi, 2004) mengatakan remaja putri lebih banyak membelanjakan
uangnya daripada remaja putra untuk keperluan penampilan seperti pakaian,
kosmetik, asesoris, dan sepatu termasuk yang bermerek ekslusif dan terkenal ini
disebut sebagai gaya hidup brand minded.
Nas Sande (dalam Susianto, 1993) berpendapat
bahwa remaja akan menciptakan suasana yang mendukung perkembangan dalam proses
kehidupan dengan menampilkan dan mengembangkan gaya hidup tertentu sebagai
kompensasi kesadaran untuk memperkuat identitas individual. Salah satunya
adalah dengan menggunakan barang-barang yang memiliki merek yang bergengsi dan
mahal dimana barang-barang bermerek tersebut juga digunakan untuk melihat dan
menilai rekan-rekannya (Susianto, 1993).
Aaker (dalam Simamora, 2003) mengatakan merek
memiliki nilai-nilai dimana salah satunya adalah nilai ekspresi diri. Nilai
ekspresi diri berbicara mengenai bagaimana individu di mata orang lain maupun
dirinya sendiri. Individu cenderung menilai seseorang berdasarkan produk
bermerek apa yang dipakainya. Selain itu, dengan menggunakan produk bermerek
ekslusif dan terkenal akan menunjukkan jati diri mereka di mata orang lain.
Remaja yang menyenangi pembelian barang yang
memiliki merek yang bergengsi, mahal dan ekslusif disebabkan karena merek
tersebut juga dapat memberikan kepuasan kepada mereka sebagai suatu bagian dari
gaya hidup (Sutojo, 1998). Hawkins (2007) menyatakan gaya hidup sebagai
bagaimana kita hidup, yang terdiri dari aktivitas, minat, kesukaan-ketidaksukaan,
sikap, konsumsi, harapan, dan perasaan. Gaya hidup memiliki dampak terhadap
perilaku konsumsi manusia termasuk perilaku konsumtif.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas,
tampak bahwa remaja putri sangat memperhatikan penampilan fisik mereka. Mereka
mencari atribut-atribut penampilan yang dapat menonjolkan identitas diri mereka
dalam lingkungan sosial. Mereka berupaya untuk terus mengikuti mode terutama
produk bermerek eksklusif dan terkenal sehingga hal tersebut dapat mendorong
mereka untuk berperilaku konsumtif.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14508/1/10E00081.pdf
http://sahabat-wanita.com/gaya-hidup-masa-kini-inspirasi-wanita-modern/
http://jennimahasiswaupnyk.wordpress.com/2012/04/27/brand-and-branding/
Ginting, E.D.J & Sianturi, B.E. (2005). Pengambilan Keputusan Membeli Ditinjau dari
Gaya Hidup Value Minded. Jurnal Psikologika. Volume 1, No.1, hal 23-30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar